Sebelumnya, puluhan orang mati gara-gara mendem minum miras “vodka”
di Indramayu. Saat saudara-saudaranya lagi menekuni majlis Ramadhan,
mereka bongko su’ul khatimah. Na’udzubillah min dzalik. Mereka seperti ingin membangkang kepada Allah yang telah mendatangkan syahrus shiyam syahrul mubarak. Semoga yang masih hidup benar-benar bertaubat setelah pembangkangan itu.
Coba lihat acara-acara TV. Betapa banyaknya perilaku mengerikan Ummat Islam di grass root.
Kemarin kami melihat di sebagian tempat, masyarakat miskin berebut
sampah-sampah sayur di TPA seperti tomat, kol, kentang, buah, dst. Tapi
semua itu sampah, sudah dibuang oleh pemiliknya. Oleh mereka, sampah
dicuci lagi, diberikan kepada anak-anaknya. “Ya gimana lagi? Beginilah
cara kami bertahan hidup.” Masya Allah, ngenes pisan, Mas!
Sebelumnya, orang-orang mengumpulkan sampah-sampah daging, sudah bau
busuk, sudah keluar belatung, sudah mencair, warnanya tidak sedap lagi
dilihat. Oleh mereka, daging itu dimasak lagi,direbus lagi, digoreng
lagi, jadilah “daging daur ulang”. Ya Ilahi, kalau kertas, plastik,
karet daur ulang masih bisa dimaklumi. Ini daging daur ulang? Opo iki
rek…
Juga ada terjadi. Kan sekarang marak orang jualan kerupuk kulit
dimana-dimana. Ternyata, kerupuk itu hasil “daur ulang” sisa-sisa limbah
kulit di pabrik kulit. “Lumayan, daripada dibuang. Lebih baik dimasak
lagi, masih bisa dimakan. Ini mubadzir kalau dibuang.” Ya, tidak
sekalian saja, mereka makan kertas,kayu, ban, besi, dll. yang sudah
dibuang itu. Masak limbah kulit yang mengandung arsenik harus dibuat
makanan? Yang benar saja berpikirnya…
Sebelumnya, masyarakat di Cirebon membeli makanan lapuk, beras,
tepung, biskuit, roti, mie instan, dll. Pokoknya yang sudah lapuk, sudah
tidak layak lagi. Geli kita kalau memakannya. Tetapi lagi-lagi alasan
mereka sangat “manusiawi”. “Bagaimana lagi Mas kami bertahan? Dengan apa
lagi kami hadapi semua kesulitan ini? Tolong dong, jangan salahkan kami
terus? Beri solusi kongkret gitu!” Iya sih, kalau sudah begini, semua
rumusan-rumusan teori paling tempatnya di dasar tong sampah paling
dalam.
Soal daging sapi juga, banyak orang menyembelih sapi glonggongan yang dagingnya banyak berisi air. Daging ayam, banyak yang jual ayam saren
(sudah bangkai tapi di-”daur ulang” lagi). Di sebagian tempat, demi
memenuhi kebutuhan gizi, sebagian orang berburu tikus sawah untuk
dimakan. “Lho ini enak, lho! Gak percaya? Cobain ini, ueeenaak tenan!”
Ada lagi yang berburu kelelawar, mencari tupai, mencari bekicot, dst. Ya
Allah, negeri sekaya raya ini, kok rakyatnya super melarat dan gaya
hidupnya mengerikan seperti ini?
TV-TV terus memberitakan segala panorama kemelaratan Ummat Islam di
bawah sono. Sementara kita disini terus diskusi, menggodok konsep,
menyusun proposal, mengadakan seminar “manfaat zakat bagi pemberantasan
kemiskinan”, kita berdebat tentang beasiswa, panti asuhan, pendidikan
fakir miskin,sekolah gratis, dst. “Lihat noh di sono, saudara-saudaramu
berburu tikus untuk memenuhi nasehat makan 4 sehat lima sempurna!” Kalian disini ribut debat, sementara Ummat sudah hampir putus-asa mempertanyakan manfaat agama Islam bagi kehidupannya.
Ironinya, kita diskusi ramai, berdebat hebat, ditemani presenter
cantik, alunan musik band ngetop, di acara prime time TV, tentu saja di
balik itu ada menu makanan klas 1. Kita debat soal “pengelolaan zakat”
sementara masyarakat tidak melihat sama sekali bekasnya. “Zakat lebih
bermanfaat bagi amilin, bukan Ummat,” sindir mereka (sebenarnya sindir
saya, bukan mereka).
Maaf bukan ingin mengecilkan kerja lembaga-lembaga zakat, tapi kita
terlalu lama hidup dalam “dunia fantasi”, melayang-layang dalam lamunan,
tak tahunya waktu menyaksikan realitas, masyarakat lebih sengsara dari
yang kita perkirakan.
Sebenarnya, dalam situasi seperti ini peranan tokoh-tokoh ormas
Islam, wakil-wakil rakyat Muslim di DPR, para mahasiswa/pemuda Islam
sangat dituntut untuk memberikan pembelaan totalitas terhadap
kesengsaraan masyarakat. Sebab yang menderita itu ternyata adalah
saudara-saudara kita sendiri, kaum Muslimin. Entahlah, apa yang nanti
akan kita katakan kepada Baginda yang mulia, Nabi shallallah ‘alaihi was
sallam? Bagaimaka kalau beliau menanyakan titipannya, yaitu Ummat ini?
Apa yang Anda bayangkan, ketika menjelang wafatnya yang mulia al
Musthafa merintih: “Ummati ummati… Ummati ummati…”
Apakah kita akan menjawab, “Masa bodo dengan “ummati”. Sekarang kami
juga sengsara, apa yang bisa dilakukan orang laen? Enak saja minta
dimanja-manjain, kita juga hidup susah, tau! Sono urus diri sendiri.
Biarin deh, mampus mampus aja, asalkan bukan isteri sama anak-anak gue.”
Itukah ya Ikhwani ya Akhawati jawaban kita? Itukah jawaban orang-orang beriman? Itukah jawaban para pengikut Sayyidin Mursalin? Laa haula wa laa quwwata illa billah.
Saya teringat kisah masyhur tentang Abdullah bin Mubarak
rahimahullah. Beliau adalah ulama yang sangat disegani di jamannya,
karena takwa, ilmu, dan kepedulian sosialnya luar biasa. Karena
kepercayaan itu, beliau sering menjadi Amirul Hajj di kotanya,
untuk memimpin jamaah Haji menempuh ibadah Haji ke Tanah Suci. Waktu itu
beliau bersafar bersama rombongannya menuju Makkah Al Mukarramah, lalu
di suatu mereka tempat bertemu perkampungan Muslimin yang sangat
melarat. Saking melaratnya, ada di antara mereka yang berusaha memakan
daging hewan yang sudah menjadi bangkai. Abdullah bin Mubarak trenyuh
melihat semua itu. Akhirnya, beliau menasehati jamaahnya untuk
mengurungkan niat menuju Makkah, tapi menyedekahkan harta mereka kepada
orang-orang di kampung itu, sampai mereka terbebas dari kesulitan
melilit. Jauh-jauh hari sudah mempersiapkan Haji, dengan bekal dan
segalanya, seketika dibatalkan hanya karena melihat ada Muslim melarat
mau makan bangkai. Masya Allah, suatu ketika Abdullah bin Mubarak
bermimpi bahwa Haji mereka telah mencapai Haji mabrur. Padahal tidak
setapak pun menginjakkan kaki ke Makkah, sebab setelah itu mereka pulang
kampung lagi.
Akan hal di Indonesia, setiap tahun 200 ribuan orang naik Haji. Kalau
setiap jamaah Haji keluar ONH rata-rata 30 juta, berarti total harta
bergulir sekitar 6 triliun rupiah. Belum biaya-biaya di luar itu semua.
Kalau ditotal, sekitar 10 triliun lah. Setiap tahun dana 10 triliun
digulirkan untuk keperluan Haji, belum lagi Umrah yang biayanya juga
wah. [Perlu dicatat, biaya untuk membuat TVOne saat ini sekitar 1,3
triliun. Biaya untuk buat TransTV waktu itu, sekitar 1 triliun]. Andai
dana sebesar itu dikelola dengan benar untuk mengentaskan kemiskinan
Ummat, mungkin kita tidak akan melihat panorama-panorama mengerikan
seperti di atas. Kenyataan sekarang, yang ingin Haji terus menggelora,
sampai dibela dengan demo-demo, padahal tujuan utamanya hanya agar
mendapat gelar Haji dan Hajjah. Sementara yang sengsara, melarat, hina
dina di bawah sana, terlupakan sama sekali. Just as an entertainment!
(Ya Ilahi ya Rabbi).
Demi Allah, ini adalah tugas saya, tugas Anda, tugas kita semua,
untuk mengingatkan Ummat Islam. Untuk mengingatkan semua pihak tentang
kesengsaraan yang menimpa kaum Muslimin di negeri ini. Saya tidak
peduli, apakah Anda akan sadar dan tergerak sesudah itu, atau akan diam
saja, terus membisu dengan segala fantasi yang memenuhi pikiran. Yang
jelas amanah ini harus disampaikan, apapun resikonya. Nasib Ummat Islam
Indonesia sudah di ‘ujung tanduk’. Jika tidak ada upaya-upaya serius
saat ini, tidak tahulah bagaimana masa depan Islam disini? Zaenuddin MZ
pernah bilang, “Islam tidak akan musnah di muka bumi. Tetapi Islam tidak
dijamin tetap ada di Indonesia.” Benar beliau! Saya setuju 100 %.
Dengan keadaan seperti sekarang, agama ini akan hancur! Na’udzubillah min dzalik.
Dalam Al Qur’an:
“Maka masing-masing mereka itu Kami siksa
disebabkan dosa-dosanya. Di antara mereka ada yang Kami timpakan hujan
batu kerikil, di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang
mengguntur, di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi dan di
antara mereka ada yang Kami tenggelamkan ke dalam lautan. Allah
sekali-kali tidak menganiaya mereka akan tetapi merekalah yang
menganiaya diri mereka sendiri.” (Al-‘Ankabut: 40).
Marilah kita peduli dengan keadaan Ummat Islam:
- Kalau engkau makan nasi, ingatlah orang Cirebon yang makan sisa-sisa makanan apkiran.
- Kalau engkau makan buah/sayuran, ingat saudaramu yang makan sayur dari sampah di TPA.
- Kalau engkau makan daging, ingat saudaramu yang berburu tikus sawah untuk makan daging.
- Kalau engkau sibuk bisnis, ingat saudaramu yang buat keripik dari limbah kulit berarsenik.
- Kalau engkau mapan kerja, ingat TKW-TKW yang jadi pelacur di Asia dan Timur Tengah.
- Kalau engkau sibuk belajar, ingat anak-anak saudaramu yang belajar di kandang ternak.
- Kalau engkau berpakaian necis dan dandy, ingat anak-anak jalanan yang kumal, berdebu, lusuh.
- Kalau engkau disayangi isterimu, ingat jutaan pemuda-pemuda Islam yang belum “laku nikah”.
- Kalau engkau hidup dalam kemewahan, ingat ribuan rumah-rumah kardus atau rumah-rumah tikus
di bantaran kali.
Kalau engkau tidak ingat semua itu, sudah lupakan saja. Islam tidak
membutuhkanmu. Silakan nikmati dan nikmati… Berjalanlah sesuai maumu,
kami pun akan terus berjalan. “Ummati, ummati, ummati… itulah wasiat
Sayyidil Mursalin. Jaga dan pelihara, sampai engkau berjumpa Rabb-mu
Yang Maha Mulia.
AM. Waskito.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar