Minggu, 10 Februari 2013

MENENTANG IBUNYA KARENA DIPERINTAHKAN UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN YANG MELANGGAR ALLAH DAN RASULNYA

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz


Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apa hukumnya, bila seorang anak perempuan tidak mentaati ibunya karena ibunya itu memintanya untuk bermaksiat kepada Allah, seperti menyuruhnya untuk tabbaruj dan bepergian, dan menganggap hijab itu adalah khurafat belaka, tidak ada kebenarannya di dalam agama, dan menyuruhnya untuk pergi ke pesta, dan mamakai pakaian yang diharamkan oleh Allah atas seorang perempaun dan memarahi anaknya bila mengenakan hijab ?

Jawaban
Tidak boleh taat kepada makhluk, baik itu ayah, ibu maupun yang lainnya, di dalam maksiat kepada Allah.

Rasulullah bersabda.
“Artinya : Sesungguhnya ketaatan itu hanya di dalam perbuatan yang baik’

Dan beliau bersabda pula.

“Artinya : Tidak ada ketaatan kepada makhluk di dalam maksiat kepada khalik”

Apa-apa yang diperintahkan oleh ibu penanya di atas adalah perbuatan-perbuatan maksiat, maka jelas tidak boleh mentaatinya, dan semoga si penanya dan ibunya diberikan hidayah dan dilindungi dari godaan setan

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, edisi Indonesiap Fatwa-Fatwa Tentang wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerbit Darul Haq]


HUKUM MENTAATI KEDUA ORANG TUA DENGAN BERMAKSIAT TERHADAP ALLAH

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz


Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Saya seorang muslimah, alhamdulillah saya melakukan setiap yang diridhai Allah dan konsisten menganakan hijab syar’i. Tapi ibu saya –semoga Allah memaafkannya- tidak menghendaki saya mengenakan hijab dan menyuruh saya nonton di bioskop dan video … dst, ia mengatakan, “Jika kamu tidak bersenang-senang, kamu akan segera tua dan beruban”

Jawaban
Hendaknya anda tetap bersikap lembut terhadap ibu anda, berbuat baik kepadanya dan berbicara dengan yang lebih baik, karena hak seorang ibu sangat agung, namun demikian anda tidak boleh mematuhinya pada selain yang ma’ruf, hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Sesungguhnya ketaatan itu pada yang ma’ruf” [1]

Dan sabdanya.

“Artinya : Tidak boleh mentaati mekhluk dengan bemaksiat terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala” [2]

Begitu pula sikap terhadap ayah, suami dan sebagainya, tidak boleh mematuhi mereka dengan melakukan kemaksiatan terhadap Allah, demikian berdasarkan hadits-hadits tadi.

Kendati demikian, seorang isteri, atau anak, tetap menempuh cara yang baik untuk mengatasi problema-problema tersebut, yaitu dengan menjelaskan dalil-dalil syariatnya, keharusan mentaati Allah dan RasulNya, waspada terhadap perbuatan maksiat kepada Allah dan RasulNya, sambil terus konsisten melaksanakan kebenaran, tidak mematuhi perintah yang menyelisihi kebenaran, baik perintah itu dari suami, ayah, ibu ataupun lainnya.

Tidak ada salahnya menyaksikan acara televisi atau video yang tidak mengandung kemungkaran, mendengarkan seminar-seminar ilmiah dan kajian-kajian yang bermanfaat, dengan tetap waspada sehingga tidak menyaksikan acara-acara yang menampilkan kemungkaran, juga tidak boleh menonton di bioskop serta kebatilan-kebatilan lainnya.

[Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Juz 5, hal. 358, Syaikh Ibnu Baz]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Al-Ahkam 7145, Muslim dalam Al-Imarah 1840
[2]. Hadits Riwayat Ahmad 1098 dari hadits Ali dengan riwayat yang seperti itu, 20130 dari hadits Imron 20131 dari hadits Al-Hakim bin Amr. Al-Haitsami dalam Al-Majma 5/226 mengatakan, “Ahmad meriwayatkan dengan beberapa lafazh, Ath-Thabari meriwayatkan secara ringkas, di antaranya ; “Tidak boleh ada ketaatan terhadap makhluk dengan melakukan kemaksiatan terhadap Khaliq”. Para perawi jalur Imam Ahmad adalah orang-orang yang tergolong shahih.

Selasa, 05 Februari 2013

ORANG TUA MELAKUKAN PERBUATAN YANG BERTOLAK BELAKANG DENGAN SYARIAT

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz





Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Orang tua saya melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan syari’at dan adab-adabnya. Apa yang harus di lakukan terhadap ayah dalam kondisi seperti ini.?

Jawaban.
Waalaikumssalam warahmatullahi wabarakatuhu
Kami do’akan semoga Allah memberikan petunjuk kepada ayah anda dan menganugrahinya taubat. Kami sarankan agar anda bersikap lembut terhadapnya dan menasehatinya dengan cara yang sopan serta tidak putus asa akan kemungkinan mendapat hidayah. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman.

“Artinya : Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya ; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKu-lah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu”[Luqman : 14-15]

Allah mewasiatkan agar berterima kasih kepada kedua orang tua disamping bersyukur kepadaNya. Allah juga memerintahkan agar sang anak memperlakukan kedua orang tua dengan cara yang baik walaupun mereka memaksanya berbuat kufur terhadap Allah. Berdasarakan ini anda tahu, bahwa yang disyariatkan bagi anda adalah tetap memperlakukan ayah anda dengan baik, tetap berbuat baik kepadanya walaupun ia bersikap buruk terhadap anda. Terus berusaha mengajaknya kepada al-haq. Kendati demikian, anda tidak boleh mematuhinya dalam hal kemaksiatan.

Kami sarankan juga agar anda memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberinya petunjuk, di samping itu perlu juga meminta bantuan kepada orang-orang baik dari kalangan kerabat anda, seperti paman-paman anda dan sebagainya, terutama orang-orang yang dihormati dan disegani oleh ayah anda. Mudah-mudahan ia mau menerima nasehat mereka. Semoga Allah memberikan petunjuk untuk bertaubat nasuha kepada kami, anda dan ayah anda. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Mahadekat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu

[Majmu Fatawa wa Maqalat Mutawwi’ah, juz 5, hal. 356, Syaikh ibnu Baz]


[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]

Sabtu, 02 Februari 2013

PENGERTIAN TENTANG BERBUAT BAIK DAN DURHAKA


Oleh
Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas


Kata Pengantar

Buku kecil ini pada asalnya adalah kajian yang penulis sampaikan dalam satu muhadlarah di Bogor dengan tema 'Berbakti Kepada Kedua Orang Tua', kemudian banyak permintaan dari hadirin agar dibukukan untuk dapat dibaca oleh kaum muslimin agar lebih bermanfaat. Alhamdulillah, dengan rahmat Allah Subhnahu wa Ta'ala, Allah mudahkan penulis untuk melengkapi dalil-dalilnya dari Al-qur'an dan hadits-hadits yang shahih.

Penulis mengangkat tema ini, karena banyak sekali di masyarakat anak-anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, tidak menghargai orang tua, melecehkan orang tua, bahkan ada yang mencaci maki dan memukul orang tuanya, na'udzubillah min dzalik. Padahal, apabila 'Si Anak' ini menyadari, orang tua lah yang melahirkan, mengurus, memberikan nafkah, mendidik dan membesarkan dia sampai dia dewasa, karena itu kewajiban 'Si Anak' adalah taat kepada orang tua dan harus memenuhi hak orang tua dengan mematuhi perintah dan taat kepadanya.

Jadi bahasan tentang berbakti kepada kedua orang tua adalah pembahasan yang amat penting setelah masalah tauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Banyak hak yang harus dipenuhi oleh manusia, pertama hak Allah Subhanahu wa Ta'ala, kedua hak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan ketiga adalah hak kedua orang tua kemudian hak-hak lainnya.

Hak Allah Subhanahu wa Ta'ala yang harus dipenuhi oleh hamba-hambaNya adalah mentauhidkanNya, beribadah kepadaNya dan meninggalkan segala bentuk keyakinan, perkataan dan perbuatan syirik. Dari Mua'dz bin Jabal Radhiyallahu 'anhu.

"Artinya : Aku pernah dibonceng Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam diatas seekor keledai, lalu beliau bersabda kepadaku, "Hai Mua'dz, tahukah kamu apa hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hambaNya dan apa hak para hamba yang pasti dipenuhi Allah ?" Aku menjawab, "Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui". Beliaupun bersabda , "Hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hambanya ialah supaya mereka beribadah kepadaNya saja dan tidak berbuat syirik sedikitpun kepadaNya, sedangkan hak para hamba yang pasti dipenuhi Allah adalah bahwa Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak berbuat syirik sedikitpun kepadaNya" [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Hak-hak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang harus dipenuhi oleh umat Islam adalah taat kepadanya, menjauhkan semua larangannya dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan mengikuti (ittiba') yang dicontohkannya. Karena beliau diutus untuk ditaati dan diteladani.

"Artinya : Katakanlah : "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Ali Imran : 31]

"Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah" [Al-Ahzab : 21]

Islam juga sangat memperhatikan hak-hak orang tua dan kerabat, sehingga kita ditekankan untuk mengamalkannya dengan baik terutama hak-hak orang tua, karena mereka telah melahirkan, mengasuh, mendidik dan membesarkan kita sehingga kita menjadi manusia yang berguna. Oleh karena itu kita wajib berbakti kepada kedua orang tua degan cara mentaati, menghormati, mencintai, menyayangi, membahagiakan serta mendo'akan keduanya ketika keduanya masih hidup maupun sudah meninggal dunia.

Taat kepada kedua orang tua adalah hak orang tua atas anak sesuai dengan perintah Allah dan RasulNya selama keduanya tidak memerintahkan untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan dan syari'at Allah dan RasulNya. Rasulullahn Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Tidak boleh taat kepada seseorang dalam berbuat maksiat kepada Allah" [Hadits Riwayat Ahmad]

Sebaliknya, kita juga dilarang durhaka kepada kedua orang tua karena hal itu termasuk dosa besar yang paling besar. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa seseorang tidak masuk surga bila durhaka kepada kedua orang tuanya.

"Artinya : Tidak masuk surga orang yang suka mengungkit-ungkit kebaikan (menyebut-nyebut kebaikan yang sudah diberikan), anak yang durhaka dan pecandu khamr" [Hadits Riwayat Nasa'i adri Abdullah bin Amr pada Shahih Jami'us Shaghir No. 7676]

Akhirnya, penulis memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Kuasa semoga tulisan ini bermanfaat untuk penulis sendiri dan kaum muslimin, menjadi amal shalih bagi penulis dan kedua orang tua penulis serta menjadi amal yang ikhlas karena Allah Rabbul 'alamin semata.

Alhamdulillahirabbil 'alamin
Yazid bin Abdul Qadir Jawas


Pendahuluan

Birrul Walidian (berbakti kepada kedua orang tua) adalah salah satu masalah yang penting dalam Islam. Di dalam Al-Qur'an, setelah memerintahkan kepada manusia untuk bertahuid kepada-Nya, Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tuanya.

Dalam surat Al-Isra ayat 23-24, Allah berfirman.
"Artinya : Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu maka janganlah katakan kepada keduanya 'ah' dan janganlah kamu membentak keduanya" [Al-Isra : 23]

"Artinya : Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan katakanlah, "Wahai Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil" [Al-Isra : 24]

Al-Hafidz Ibnu Katsir telah menerangkan ayat tersebut sebagai berikut :

"Allah Ta'ala telah mewajibkan kepada semua manusia untuk beribadah hanya kepada Allah saja, tidak menyekutukan dengan yang lain. " Qadla" disini bermakna perintah sebagaimana yang dikatakan Imam Mujahid, wa qadla yakni washa (Allah berwasiat). Kemudian dilanjutkan dengan "Wabil waalidaini ihsana" hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Ayat ini mempunyai makna yang sama dengan surat Luqman ayat 14.

"Artinya : .... hendaklah kalian bersyukur kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu dan kepada-Ku lah kalian kembali"

Dan jika salah satu dari keduanya atau keduanya berada disisimu dalam keadaan lanjut usia, "fa laa taqul lahuma uffin" maka janganlah berkata kepada keduanya 'ah' ('cis' atau yang lainnya). Jangan memperdengarkan kepada keduanya perkataan yang buruk. "Wa laa tanharhuma" dan janganlah kalian membenci keduanya. Ada juga yang mengatakan bahwa "Wa laa tanhar huma ai la tanfudz yadaka alaihima" maksudnya adalah janganlah kalian mengibaskan tangan kepada keduanya. Ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang perkataan dan perbuatan yang buruk, Allah Subhanahu wa Ta'ala juga memerintahkan untuk berbuat dan berkata yang baik. Seperti dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala " wa qul lahuma qaulan karima" dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia, yaitu perkataan yang lembut dan baik dengan penuh adab dan rasa hormat. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan kasih sayang, hendaklah kalian bertawadlu' kepada keduanya. Dan hendaklah kalian berdo'a, "Ya Allah sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangi dan mendidiku di waktu kecil", pada waktu mereka berada di usia lanjut hingga keduanya wafat. [Tafsir Ibnu Katsir Juz III hal 39-40, Cet.I Maktabah Daarus Salam Riyadh, Th.1413H]

Perintah Birrul Walidain juga tercantum dalam surat An-Nisa ayat 36, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan sembahlah Allah dan janganlah menyekutukanNya dengan sesuatu, dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak, kepada kaum kerabat kepada anak-anak yatim kepada orang-orang miskin, kepada tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan dirinya" [An-Nisa : 36]

Para ulama terdahulu telah membahas masalah Birrul Walidain (berbakti kepada kedua orang tua) ini dalam kitab-kitab mereka. Sepeti dalam kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim dan kitab-kitab hadits besar (Ummahatul Kutub) lainnya dalam pembahasan tentang berbakti kepada kedua orang tua dan ancaman terhadap orang-orang yang durhaka kepada kedua orang tua.


PENGERTIAN TENTANG BERBUAT BAIK DAN DURHAKA

Menururt lughoh (bahasa), Al-Ihsan berasal dari kata ahsana-yuhsinu-ihsanan. Sedangkan yang dimaksud dengan ihsan dalam pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang tua yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan bila memungkinkan mencegah gangguan terhadapa keduanya. Menurut Ibnu Athiyah, kita wajib juga mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah, harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang.

Sedang 'uquq artinya memotong (seperti halnya aqiqah yaitu memotong kambing). 'Uququl Walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak terhadap kedua orang tuanya baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan dari seorang anak kepada kedua orang tuanya yang berupa perkataan yaitu dengan mengatakan 'ah' atau 'cis', berkata dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci dan yang lainnya. Sedangkan yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar seperti memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak memperdulikan, tidak bersilaturrahmi atau tidak memberikan nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin.


[Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam - Jakarta.]